Metode menetukan awal berpuasa dan berlebaran

Hadist ke tiga
وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا [ قَالَ ]: سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ: – إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
وَلِمُسْلِمٍ: – فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا [ لَهُ ] . ثَلَاثِينَ .
وَلِلْبُخَارِيِّ: – فَأَكْمِلُوا اَلْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ.
وَلَهُ فِي حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – – فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya lagi, maka berhari rayalah. Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (bulan Sya’ban menjadi 30 hari).” (Muttafaqun ‘alaih).

Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Jika hilal tertutup bagi kalian, maka genapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.”
Dalam riwayat Bukhari disebutkan, “Genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.”
Dalam shahih Bukhari pada hadits Abu Hurairah disebutkan, “Genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.“

1. Makna hadist
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasalam- mengajarkan kepada kita metode untuk menetapkan awal berpuasa pada bulan Ramadhan dan berlebaran yaitu :

1. Dengan melihat langsung hilal (awal bulan), sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim secara jelas di kitab sahihnya.
عَنِ ‌ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ « أَنَّهُ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ: لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلَالَ، وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ »

Dari ibnu umar – semoga Allah meridhoinya-dari Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasalam- : bahwasanya beliau menyebut bulan ramadhan lalu berkata : janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal dan janganlah berlebaran sampai kalian melihatnya . Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (bulan Sya’ban menjadi 30 hari).[1]

2. Dengan menggenapkan bulan menjadi 30 hari apabila tidak terlihat hilal karna cuaca mendung atau tidak, sebagaimana sabda rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasalam-:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
وَلِمُسْلِمٍ: – فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا [ لَهُ ] . ثَلَاثِينَ .
وَلِلْبُخَارِيِّ: – فَأَكْمِلُوا اَلْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ.
وَلَهُ فِي حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – – فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ

Rasulullah –shallallhu ‘alaihi wasalam- bersabda: Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (Muttafaqun ‘alaih).
Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Jika hilal tertutup bagi kalian, maka genapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.
Dalam riwayat Bukhari disebutkan, “Genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.”
Dalam shahih Bukhari pada hadits Abu Hurairah disebutkan, “Genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.“

Hal ini juga sebagaimana hadist sebelumnya yang melarang kita untuk berpuasa pada hari yang di ragukan (tanggal 30 ) apabila tidak terlihat hilal karna cuaca mendung.

Adapun menetukan hilal bulan Ramadhan dan Syawal dengan metode hisab (perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan) dilarang oleh para ulama’, karna menjerumuskan diri ke ilmu perbintangan dan terlalu membebani diri dalam syariat. Imam Ash Shan’ani – semoga Allah merahmatinya- menukilkan perkataan para ulama di dalam kitab Subulus Salam yang menjelaskan pelarangan menggunakan metode hisab dalam menentukan hilal :

Berkata Ibnu Bathal : hadist ini sebagai bantahan terhadap ahli perbintangan, karna sesungguhnya yang menjadi landasan yaitu melihat hilal dan kita di larang membebani diri.

Dan al Bajiy berkata dalam membantah terhadap orang yang mengatakan : bahwasanya boleh bagi orang yang menggunakan metode hisab dan ahli perbintangan dan selain dari mereka bergantung kepada bintang untuk berpuasa dan berlebaran, (imam al Bajiy membantah :) bahwasanya ijma’ para salaf (menetapkan hilal dengan ru’yah (melihat)) sebagai bantahan terhadap mereka.

Dan ibn Bazizah berkata: dia mazhab yang bathil, dan syariat telah melarang terjerumus kedalam ilmu perbintangan karna dia hanya firasat dan dugaan tidak ada yang pasti.[2]

Begitu juga Syekhul Islam berkata: tidak diragukan lagi bahwasanya telah ditetapkan dengan hadist yang sahih dan kesepakatan para sahabat sesungguhnya tidak boleh bergantung dengan hisab perbintangan sebagaimana juga hadist yang terdapat pada dua kitab sahih (Sahih Bukhari dan Sahih Muslim) rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasalam- bersabda : sesungguhnya kita ummat yang ummiy tidak bisa menulis dan berhitung maka berpuasalah karna melihatnya(hilal) dan berlebaranlah karna melihatnya) dan orang yang bergantung dengan hisab untuk menentukan hilal sesungguhnya dia orang yang sesat di dalam syariat, dan pembuat perkara baru dalam agama.[3]

Adapun persaksian Untuk menetapkan hilal bulan Ramadhan boleh dengan persaksian satu orang yang jujur dan terpercaya adapun untuk menetapkan awal Syawal maka harus dengan persaksian dua orang atau lebih yang jujur dan terpercaya, jadi tidak mesti setiap orang harus melihat hilal sehingga wajib bagi mereka untuk berpuasa, hal ini sebagaimana hadist rasulillah –shallallahu ‘alaihi wasalam-
عن ابن عمر -رضي الله عنهما- قال: "تراءى الناس الهلال فأخبرْتُ النّبيّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أنِّي رأيته، فصام وأمَر الناس بصيامه"رواه أبو داود

Dari ibnu umar –semoga allah merahmatinya- berkata : “Orang-orang memperhatikan (berusaha melihat) hilal. Maka aku kabarkan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bahwa aku telah melihatnya. Maka beliau pun berpuasa dan memerintahkan orang-orang berpuasa. H.R Abu Dawud

Imam An Nawawi berkata : tidak disyaratkan pengelihatan setiap orang (untuk menetapkan awal bulan) akan tetapi cukup bagi semua orang diwakili oleh pengelihatan dua orang yang jujur dan terpercaya begitu juga pengelihatan satu orang sebagaimana pendapat yang benar, ini untuk menetapkan bulan ramadhan adapun untuk menetapkan lebaran maka tidak boleh persaksian dari satu orang yang jujur dan terpercaya untuk menetukan 1 Syawal sebagaimana pendapat semua ulama’.[4]

2. Faidah hadist
  1. Metode yang tepat untuk menetukan awal ramadhan dan berlebaran yaitu ru’yatul hilal (melihat hilal) sebagaimana yang di ajarkan rasulullah- shallallahu ‘alaihi wasala- atau menggenapkan bulan menjadi 30 hari.
  2. Tidak diperbolehkan menggunakan metode hisab.
  3. Tidak diharuskan bagi setiap orang untuk melihat hilal, akan tetapi bisa diwakili.
  4. Untuk menetapkan awal ramadhan boleh dengan persaksian satu orang yang jujur dan terpercaya adapun untuk menetapkan awal lebaran maka harus persaksian dua orang atau lebih yang jujur dan terpercaya.

[1] Sahih Muslim no 1080
[2] Kitab subulus salam, karya Imam Ash Shan’ani, 2/402
[3] Kitab majmu’ fatawa, karya Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah, 25/207
[4] Kitab minhaj syarah sahih muslim, karya Imam an Nawawi


Artikel terkait




Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url