Keutamaan Menuntut Ilmu

Khutbah Jum’at

Keutamaan Menuntut Ilmu

Seorang muslim tidaklah cukup hanya dengan menyatakan keislamannya tanpa berusaha untuk memahami dan mengamalkannya. Pernyataannya harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam. Dan untuk melaksanakan konsekuensi-konsekuensi dari pengakuan bahwa kita sudah berIslam, itu membutuhkan ilmu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim”

Menuntut ilmu itu wajib bagi Muslim maupun Muslimah. Ketika sudah turun perintah Allah yang mewajibkan suatu hal, sebagai muslim yang harus kita lakukan adalah sami’na wa atha’na, kami dengar dan kami taat. Sesuai dengan firman Allah Ta ‘ala:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman apabila diajak untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul itu memberikan keputusan hukum di antara mereka hanyalah dengan mengatakan, “Kami mendengar dan kami taat”. Dan hanya merekalah orang-orang yang berbahagia.” (QS. An-Nuur [24]: 51).

Ilmu adalah kunci segala kebaikan. Ilmu merupakan sarana untuk menunaikan apa yang Allah wajibkan pada kita. Tak sempurna keimanan dan tak sempurna pula amal kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu Allah disembah, dengannya hak Allah ditunaikan, dan dengan ilmu pula agama-Nya disebarkan.

Kebutuhan pada ilmu lebih besar dibandingkan kebutuhan pada makanan dan minuman, sebab kelestarian urusan agama dan dunia bergantung pada ilmu. Imam Ahmad mengatakan, “Manusia lebih memerlukan ilmu daripada makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan dua atau tiga kali sehari, sedangkan ilmu diperlukan di setiap waktu.”

Jika kita ingin menyandang kehormatan luhur, kemuliaan yang tak terkikis oleh perjalanan malam dan siang, tak lekang oleh pergantian masa dan tahun, kewibawaan tanpa kekuasaan, kekayaan tanpa harta, kedigdayaan tanpa senjata, kebangsawanan tanpa keluarga besar, para pendukung tanpa upah, pasukan tanpa gaji, maka kita mesti berilmu.

Yang dimaksud dengan kata ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan” (Fathul Baari, 1/92).

Dari penjelasan Ibnu Hajar rahimahullah di atas, jelaslah bawa ketika hanya disebutkan kata “ilmu” saja, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Oleh karena itu, merupakan sebuah kesalahan sebagian orang yang membawakan dalil-dalil tentang kewajiban dan keutamaan menuntut ilmu dari Al Qur’an dan As-Sunnah, tetapi yang mereka maksud adalah untuk memotivasi belajar ilmu duniawi. Meskipun demikian, bukan berarti kita mengingkari manfaat belajar ilmu duniawi. Karena hukum mempelajari ilmu duniawi itu tergantung pada tujuannya. Apabila digunakan dalam kebaikan, maka baik. Dan apabila digunakan dalam keburukan, maka buruk.

Sayangnya pada akhir zaman ini, banyak orang yang lalai terhadap ilmu. Ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Salah satunya adalah karena umat Islam belum mengetahui keutamaan dan keuntungan, mempelajari ilmu agama. Kita belum mengetahui untungnya duduk berjam-jam di majelis ilmu mengkaji ayat-ayat Allah. Kalau kita tidak mengetahuinya, kita tidak akan duduk di majelis ilmu. Karena fitrah manusia memang bertindak sesuai asas keuntungan. Faktanya, kalau kita tidak mengetahui keuntungan atau manfaat suatu hal maka kita tidak akan melakukan hal itu. Begitu juga dengan ibadah. Maka dari itu, semakin kita belajar dan mengetahui keuntungan-keuntungan salat, puasa, zakat, maka kita akan semakin semangat menjalaninya. Ini yang seharusnya kita sadari. Oleh karena itu, kita harus mengetahui keutamaan dan keuntungan menuntut ilmu. Terdapat banyak dalil dari kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya terkait keutamaan ilmu dan pemilik ilmu. Di antaranya adalah:

1. Ilmu Menyebabkan Dimudahkannya Jalan Menuju Surga

Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim). 

2. Ilmu Adalah Warisan Para Nabi

 Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh hadits,

اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَلَا دِرْهَامًا، وَلَكِنْ وَرَّثُوْا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Maka dari itu, barang siapa mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang cukup.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah; dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6297). 

3. Ilmu Akan Kekal Dan Akan Bermanfaat Bagi Pemiliknya Walaupun Dia Telah Meninggal

 Disebutkan dalam hadits,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

 “Jika seorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdoa untuknya” (HR. Muslim). 

4. Orang Yang Dipahamkan Agama Adalah Orang Yang Dikehendaki Kebaikan

Dari Mu’awiyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ

Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim No. 1037).

Yang dimaksud faqih dalam hadits bukanlah hanya mengetahui hukum syar’i, tetapi lebih dari itu. Dikatakan faqih jika seseorang memahami tauhid dan pokok Islam, serta yang berkaitan dengan syari’at Allah. Demikian dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Kitabul ‘Ilmi (hal. 21). 

5. Yang Paling Takut Pada Allah Adalah Orang Yang Berilmu

 Hal ini bisa direnungkan dalam ayat,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28).

Ibnu mas’ud radhiyallaahu’anhu berkata “ cukuplah  rasa takut kepada Alloh itu di sebut sebagai ilmu. Dan cukuplah tertipu dengan tidak mengingat Alloh di sebut suatu kebodohan

Imam  ahmad berkata “ pokok ilmu adalah rasa takut kepada  Alloh” apabila seseorang bertambah ilmunya, maka akan bertambah rasa takut kepada Alloh

6. Orang Yang Berilmu Akan Allah Angkat Derajatnya

 Allah Ta’ala berfirman:

 …يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ..

“…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11).

Allah Subhanahu wa Ta ‘ala berfirman,

وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ

 “Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. (QS. Al-Mulk : 10).

Allah telah memberikan banyak kenikmatan, jika tidak kita gunakan untuk mempelajari firman-firmannya maka kita akan menjadi salah satu orang yang menyatakan dan Allah abadikan dalam surat Al-Mulk ayat 10 di atas. Semoga Allah memberikah taufiq dan hidayah-Nya kepada kita untuk bisa menuntut ilmu dan mengamalkannya sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Aamiin.

أَلَا وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلَى الهَادِيِ البَشِيْرِ، وِالسِّرَاجِ المُنِيْرِ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا خَاصَّةً، وَفِيْ سَائِرِ أَيَّامِكُمْ عَامَّةً، اِمْتِثَالاً لِأَمْرِ اللهِ تَعَالَى القَائِلُإِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا 

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الكُفْرَ وَالكَافِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ

اللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنا المُسْلِمِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ مُعِيْنًا وَنَصِيْرًا، وَمُؤَيِّدًا وَظَهِيْرًا.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا لَا يَرْتَدْ، وَنَعِيْمًا لَا يَنْفَدْ، وَمُرَافَقَةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَعْلَى جَنَّةِ الخُلْدِ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِن الفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ.

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ  .

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

Khutbah ini Disampaikan oleh

Muhammad Jihadul Islam
Beliau adalah salah satu staf pengajar Pondok Pesantren Mu'adz bin Jabal Lombok

 


Artikel terkait (Khutbah)


Next Post Previous Post
1 Comments
  • Islam
    Islam 25 Februari 2022 pukul 08.28

    Semoga bermanfaat

Add Comment
comment url