Kisah ulama yang menyelesaikan perkara menggunakan ilmu nahwu

Dahulu Imam Al Kisaai pernah berkata,"Saya pernah berkumpul bersama Abu Yusuf Al Qadhi ( seorang hakim) ketika bersama khalifah Harun Al Rasyid, kemudian qadhi Abu Yusuf mencela ( memandang remeh) ilmu nahwu (ilmu tata bahasa arab), ia berkata, " ngapain belajar ilmu nahwu" , maka al Kisaai kemudian berkata, saya ingin mengajarkan kepadamu keutamaan ilmu nahwu, bagaimana pendapatmu kepada orang yang berkata kepadamu , أنا قاتل غلامك ( Ana Qaatilu Gulaamika) kemudian ada orang lain juga berkata  أنا قاتل غلامك  ( Ana Qaatilun Ghulaamaka). 

Siapakah diantara dua orang ini yang akan engkau hukum. Maka Abu Yusuf  (hakim) menjawab, " aku akan menghukum keduanya." Maka Harun al Rasyid berkata kepada Abu Yusuf, engkau salah,  Dia ( Al kisaai)  sebenarnya memiliki ilmunya dalam bahasa Arab.

Abu Yusuf kemudian bertanya, bagaimana jawabannya ?? Maka imam al Kisaai menjawab. " yang harus dihukum diantara dua orang tersebut adalah orang yang mengatakan أنا قاتل غلامك  (Ana Qaatilu gulaamika) yang di idhofahkan (disandarkan) karnanya ia menjadi fi'il Madhi (kata kerja yang sudah terjadi), adapun orang yang berkata  Ana Qaatilun Ghulaamaka dengan di nashob , maka orang tersebut tidak dihukum karna kalimat tersebut bermakna akan terjadi dan belum terjadi.
Hal ini sebagaimana terdapat dalam Al Quran surah al kahfi ayat 23:

ولا تقولن لشيء إني فاعل ذلك غدا إلا أن يشاء الله . 

Jika bukan karna ada tanwin (pada kata faa'ilun), maka tidak boleh ada kata ghodan.Maka setelah itu Abu Yusuf kemudian memuji ilmu bahasa arab dan ilmu nahwu.

Sumber : (Kitab Mu'jamul Udaba' jilid 1 halaman 1.741 - 1.742)

Mu'jamul Udaba' jilid 1 halaman 1.741 - 1.742


Postingan terkait




Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url